Judul buku : Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan
Prosa Satu Dekade
Penulis : Dewi ‘Dee’ Lestari
Penerbit : Truedee Books dan GagasMedia
Tahun terbit : 2006
Jumlah halaman : 134
No. ISBN : 979-96257-3-4
Penulis : Dewi ‘Dee’ Lestari
Penerbit : Truedee Books dan GagasMedia
Tahun terbit : 2006
Jumlah halaman : 134
No. ISBN : 979-96257-3-4
Ketika Jurnalisme dibungkam,
maka sastra adalah ruang tak bertuan yang siap menampung kegaduhan, kemarahan,
kebahagiaan atau sekedar kekecewaan. Kira-kira begitu Seno Gumirah berceloteh
dan belakangan menjadi trend memei yang berhamburan di internet.
Namun Jurnalisme tidak sedang
dibungkam. Bungkam dalam artian “me”ngekang. Tapi Bungkam dalam spirit alienasi.
Sebuah ketercerabutan eksistensi yang mengasingkan entitas dari sebuah
kesadaran, menjadi ketidak sadaran. Kira-kira seperti itu Jurnalisme kita
sedang bernasib.
Terasing justru disaat tak ada
sedikit pun aturan yang melarangnya untuk melangsungkan fungsinya sebagai
pewarta. Maka mereka-mereka yang gugur sebagai pahlawan pewarta di waktu yang
silam akan cukup tersenyum sebagai jasad ketika membaca setiap perkembangan
kesastraan tanah air.
Ketika Jurnalisme hanya milik
orang-orang dengan pemikiran tentang kekuasaan dan keuntungan, sastra menyelip
sebagai kendaraan bebas hambatan bagi mereka yang cinta pada kebebasan. Kendaraan ini menampung bejibun keresahan
aksara yang tidak sekedar untuk dikomersilkan di tengah-tengah interupsi
kerasnya iklan-iklan produk.
Meski kini sastra juga
terhimpit manisnya budaya pop dengan berbagai embel-embel-nya, tapi bukankah
sastra tak harus dikonsumsi. Sekedar
dinikmati secara bebas di fasilitas Media Social yang bebas anggaran pun,
Sastra menjadi berarti. Tidak seperti Jurnalisme masa kini. Sebuah reportase dikatakan
sukses jika konflik yang ditampilkan berelasi dengan kekuasaan.
Sastra tidak. Dan Dee “memanfaatkan” ruang itu. Memanfaatkan karena dia seorang penyanyi.
Selain itu juga artis. Sebuah profesi yang bisa bebas masuk-keluar sebagai item
reportase dalam kepentingan apa pun. Dee memanfaatkan, karena dunia sastra
bukan akting kejar tayang yang secara
terkini, diminati oleh hampir semua jenis artis. Mulai dari Mc, penyanyi, atau sekedar talenta
sensasi.
Dunia Sastra berbeda. Wadah ini lebih selektif dalam mempublis
kualitas. Jika sekedar mengejar setoran, maka si pelaku yang iseng-iseng masuk dunia
ini akan terpelanting keluar dengan tragis. Tapi tidak dengan Dee.
Meski termasuk yang paling
telat membaca karya Dee ini : Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa
Satu Dekade. Namun saya termasuk
penikmat yang tercengang dengan suguhan karya ini. Dee meramu aksara secara
khas. Awalnya nama Dee lebih familiar di mata saya dengan karya-karya novel
yang lebih panjang dan memiliki ruang yang luas untuk berekspresi. Namun kali
ini Cerpen dan prosa.
Awalnya
jujur saja, saya orang yang tidak terlalu percaya pada talenta seorang penulis
novel pop akan juga mampu menyusun cerpen sekaligus prosa se-indah ini. Adalah
Goenawan Mohammad yang menarik perhatianku. “ah masa sih Goenawan Mohammad mau
nguras kualitasnya hanya untuk sebuah kumpulan cerpen penulis muda” begitu
pikir saya. Tapi baru lembar kedua, kesombongan saya terjawab. Dee memang
layak.
Dengan
karya kecil ini, Dee mencoba menampilkan Sastra kental yang disisip celoteh “kata-kata
pop” sebagai pemanis. Ke khas-an nya di setiap novelnya pun terurai rapi dalam
setiap cerpen. Tidak ada pembeda yang berarti, seperti yang kita temui pada
pe-novel kebanyakan, yang nyambi nulis cerpen.
Meski
kebanyakan cerpen dan prosanya mewakili keluhan yang tidak difalitasi
Jurnalisme, tapi Dee tetap menjaga kesopanannya menyajikan aksara. Membebaskan
gaya tuturnya dengan tetap menjaga plot di setiap cerita. Susunan cerpen dan
prosanya pun rapi. Menjaga ritme emosi si penikmat hingga merasa terus haus
untuk menenggak setiap kata dengan perlahan.
Selain
Filosofi Kopi, Saya jatuh cinta pada Lara Lana. Dua cerita ini memiliki semua
unsur kesastraan kontemporer. Nakal tapi sopan dengan presentasi kata yang rapi
dan mencengangkan. Seperti pada pengantarnya Mas Goen memuji Dee pada setiap
peletakan kata yang tidak hanya sekedar.
Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita
dan Prosa Satu Dekade. Disuguhkan dengan
ramuan yang hati-hati. Tidak terlalu keras tapi juga ada berbagai penegasan
disana. Lembut namun jauh dari picisan. Seperti Kopi Tiwus. Meski lahir dari
kesederhanaan, tapi memiliki cita rasa yang mewah, bahkan megah.
Halmahera
20 Maret 2015