Membebaskan Cinta..

"Cinta adalah sesuatu yang kita miliki. Bukan berasal dari luar diri. Berada di dalam diri"  Erik Froom, ilmuan psikologi Frankfrut
Bejibun karya sastra mengambarkan cinta pada etape yang paling nadir. Soal cinta yang terlarang, terinterupsi status, agama,suku,tempat bahkan waktu.
Zaman membingkai cinta menjadi sesuatu yg seakan selalu ada dalam setiap fase. Baik itu lini peradaban mau pun detik demi detik.
Seperti juga ekonomi, politik dan sosial, cinta pun tergerus oleh perkembangan pola hidup manusia.
Hampir satu abad lalu ketika Filusuf Rationalitas Rene Deskartes memproklamirkan kehebatan rasio lewat pernyataannya "aq berpikir, maka aku ada" sluruh interaksi manusia mengalami revolusi besar2an.
Perubahan pola produksi (ekonomi) masyarakat dan manusia secara individu berubah. Hal ini merembes pada interaksi politik, sosial dan tak terhindarkan cinta.
Rationalitas mnyiratkan semua aktivitas dihitung menggunakan nilai tukar secara ekonomis.
Akhirnya spirit ekonomi membajak semua interaksi. Mulai dari politik (jual beli suara), sosial (strata sosial kaya-miskin) hingga peribadatan (nilai sumbangan dan produk berlebel agama)
Pembajakan di bidang ekonomi pun menggerus spirit cinta. Cinta di fase modernisme sekarang mengandalkan ekonomi sebagai sandaran nilai.
Romantisme diukur berdasarkan paket honey mon jasa travel, pernikahan terhambat biaya pesta, sampai pada bertabiran iklan produk berlebel valentine yg kadang ga nyambung sama sekali.
Pada etape ini, kesungguhan cinta dalam romeo n juliet kini mnjadi sekedar perbincangan lepas tanpa makna.
Keikhlasan Cinta dalam Laela n Majnun juga mnjadi bahan ejekan. Bahkan kesederhanaan dan pemurnian cinta pun sulit ditemukan.
Cinta terhempas mnjadi produk, slogan dan nilai nominal. Bukan lagi sebuah rasa yg cukup di hayati sehingga bermakna.
Selain itu, Cinta juga akhirnya menghempas para pelakunya pada keterasingan diri. Saat menjalin kasih, pelaku cinta tercerabut dari eksistensi kediriannya. Berupaya menjadi orang lain yang merupakan objek cinta diluar dirinya.
Padahal secara psikologis, cinta adalah milik diri sendiri. Dan untuk bisa merasakannya, cinta cukuplah mencari objek diluar diri pelaku cinta untuk dijadikan 'sekedar' alat bantu, agar sipelaku cinta bisa merasakan cinta yg ada dalam dirinya sendiri.
Jika qt menyemai cinta menggunakan teori psikologi diatas, maka objek yg qt cintai harusnya mampu lebih membuat qt, menemukan diri qt yang sebenarnya. Bukan malah mengasingkan eksistensi diri kita.
Maka marilah kembalikan cinta pada tempatnya. Bebaskan diri kita dari kungkungan nilai komersil cinta secara ekonomis dan bebaskan cinta dari mengasingkan diri kita.
Halmahera, 14 februari 2014
Rully...

Minggu, 16 Februari 2014

Membebaskan Cinta..

"Cinta adalah sesuatu yang kita miliki. Bukan berasal dari luar diri. Berada di dalam diri"  Erik Froom, ilmuan psikologi Frankfrut
Bejibun karya sastra mengambarkan cinta pada etape yang paling nadir. Soal cinta yang terlarang, terinterupsi status, agama,suku,tempat bahkan waktu.
Zaman membingkai cinta menjadi sesuatu yg seakan selalu ada dalam setiap fase. Baik itu lini peradaban mau pun detik demi detik.
Seperti juga ekonomi, politik dan sosial, cinta pun tergerus oleh perkembangan pola hidup manusia.
Hampir satu abad lalu ketika Filusuf Rationalitas Rene Deskartes memproklamirkan kehebatan rasio lewat pernyataannya "aq berpikir, maka aku ada" sluruh interaksi manusia mengalami revolusi besar2an.
Perubahan pola produksi (ekonomi) masyarakat dan manusia secara individu berubah. Hal ini merembes pada interaksi politik, sosial dan tak terhindarkan cinta.
Rationalitas mnyiratkan semua aktivitas dihitung menggunakan nilai tukar secara ekonomis.
Akhirnya spirit ekonomi membajak semua interaksi. Mulai dari politik (jual beli suara), sosial (strata sosial kaya-miskin) hingga peribadatan (nilai sumbangan dan produk berlebel agama)
Pembajakan di bidang ekonomi pun menggerus spirit cinta. Cinta di fase modernisme sekarang mengandalkan ekonomi sebagai sandaran nilai.
Romantisme diukur berdasarkan paket honey mon jasa travel, pernikahan terhambat biaya pesta, sampai pada bertabiran iklan produk berlebel valentine yg kadang ga nyambung sama sekali.
Pada etape ini, kesungguhan cinta dalam romeo n juliet kini mnjadi sekedar perbincangan lepas tanpa makna.
Keikhlasan Cinta dalam Laela n Majnun juga mnjadi bahan ejekan. Bahkan kesederhanaan dan pemurnian cinta pun sulit ditemukan.
Cinta terhempas mnjadi produk, slogan dan nilai nominal. Bukan lagi sebuah rasa yg cukup di hayati sehingga bermakna.
Selain itu, Cinta juga akhirnya menghempas para pelakunya pada keterasingan diri. Saat menjalin kasih, pelaku cinta tercerabut dari eksistensi kediriannya. Berupaya menjadi orang lain yang merupakan objek cinta diluar dirinya.
Padahal secara psikologis, cinta adalah milik diri sendiri. Dan untuk bisa merasakannya, cinta cukuplah mencari objek diluar diri pelaku cinta untuk dijadikan 'sekedar' alat bantu, agar sipelaku cinta bisa merasakan cinta yg ada dalam dirinya sendiri.
Jika qt menyemai cinta menggunakan teori psikologi diatas, maka objek yg qt cintai harusnya mampu lebih membuat qt, menemukan diri qt yang sebenarnya. Bukan malah mengasingkan eksistensi diri kita.
Maka marilah kembalikan cinta pada tempatnya. Bebaskan diri kita dari kungkungan nilai komersil cinta secara ekonomis dan bebaskan cinta dari mengasingkan diri kita.
Halmahera, 14 februari 2014
Rully...