Sayang, Belajarlah dari Pelacur.

Sayangku, belajarlah dari pelacur... Yang memahami kehinaan bukan sebagai kutukan.  Mereka menjadikan kotor sebagai keteladanan. Mengucap syukur  diantara gelimang dosa, dan selalu dalam prasangka yang baik pada Tuhan kita. Sedikit saja mereka berburuk sangka, maka mungkin mengakhiri hidup adalah pilihan mereka, tanpa terus mengindahkan ikhtiar sebagai nafasnya.  
Mereka tak pernah menayakan nasib.  Melainkan menjalaninya sebagai sebuah etape yang tak bisa terlepas dari setiap skenario hidup. Justru disitu letak keberimanan mereka sebagai makhluk kepada Yang Maha Menentukan.
Sayangku, Tak perlu kau menjadi seperti pelacur. Cukup saja kau tau bahwa tak semua keteladanan itu datang dari tempat yang terhormat dan suci.  Keteladanan terkadang berupa peringatan. Berupa perbedaan dari apa yang kita rasakan selama ini. Sebagai cermin yang tak mungkin berbohong dalam tampilan yang “baik”.
Pelacur mengutaman cinta pada Maha Pemberi Nasib, dibanding kata manis yang selalu menjilati liukan tubuh mereka, sebagai penyambung hidup. Mereka adalah pelajaran sesungguhnya dalam menyelami, seperti apa hidup, yang  harus diarifi sebagai sebuah pemberian, bukan pilihan.
Mereka mengajari syukur dalam sakit yang mendalam. Tidak seperti kita yang selalu lalai karena menyandang ‘terhormat’ sebagai sebuah insan. Syukur bagi mereka adalah pilihan terhadap setiap sakit yang mereka rasakan, bukan sebagai nikmat yang mereka inginkan.
Dengan hinaan, mereka belajar tentang kepemilikan dosa.  Secara sayup, mereka akan berbisik tentang kesucian kita, yang merasa tanpa dosa sedikit pun. Dan merasa layak untuk menghina atas nama Tuhan, kehormatan dan kesucian.  
Sayang, Jadikan pelacur sebagai keteladanan karena cintamu kepadaNya. Dan tuntun aku dalam rasa syukur, karena cintamu kepadaNya.

Pedalaman Halmahera
26 Ramadhan 1433 H

Rabu, 18 Maret 2015

Sayang, Belajarlah dari Pelacur.

Sayangku, belajarlah dari pelacur... Yang memahami kehinaan bukan sebagai kutukan.  Mereka menjadikan kotor sebagai keteladanan. Mengucap syukur  diantara gelimang dosa, dan selalu dalam prasangka yang baik pada Tuhan kita. Sedikit saja mereka berburuk sangka, maka mungkin mengakhiri hidup adalah pilihan mereka, tanpa terus mengindahkan ikhtiar sebagai nafasnya.  
Mereka tak pernah menayakan nasib.  Melainkan menjalaninya sebagai sebuah etape yang tak bisa terlepas dari setiap skenario hidup. Justru disitu letak keberimanan mereka sebagai makhluk kepada Yang Maha Menentukan.
Sayangku, Tak perlu kau menjadi seperti pelacur. Cukup saja kau tau bahwa tak semua keteladanan itu datang dari tempat yang terhormat dan suci.  Keteladanan terkadang berupa peringatan. Berupa perbedaan dari apa yang kita rasakan selama ini. Sebagai cermin yang tak mungkin berbohong dalam tampilan yang “baik”.
Pelacur mengutaman cinta pada Maha Pemberi Nasib, dibanding kata manis yang selalu menjilati liukan tubuh mereka, sebagai penyambung hidup. Mereka adalah pelajaran sesungguhnya dalam menyelami, seperti apa hidup, yang  harus diarifi sebagai sebuah pemberian, bukan pilihan.
Mereka mengajari syukur dalam sakit yang mendalam. Tidak seperti kita yang selalu lalai karena menyandang ‘terhormat’ sebagai sebuah insan. Syukur bagi mereka adalah pilihan terhadap setiap sakit yang mereka rasakan, bukan sebagai nikmat yang mereka inginkan.
Dengan hinaan, mereka belajar tentang kepemilikan dosa.  Secara sayup, mereka akan berbisik tentang kesucian kita, yang merasa tanpa dosa sedikit pun. Dan merasa layak untuk menghina atas nama Tuhan, kehormatan dan kesucian.  
Sayang, Jadikan pelacur sebagai keteladanan karena cintamu kepadaNya. Dan tuntun aku dalam rasa syukur, karena cintamu kepadaNya.

Pedalaman Halmahera
26 Ramadhan 1433 H