..di Jakarta

Seluruh pujangga dan biduan sudah mengambarkan kota ini dengan berbagai rangkaian kata dan lirik yang beragam.

Ada yang mengambarkannya sebagai sebuah lingkup yang sempit dan sesak. Tapi ada juga yang menjadikan kota ini sebagai sebuah mimpi yang tak tergapai. Beragam memang.

Aku sebagian kecil diantara bejibun tafsir yang ada. Untuk memutuskan tinggal di kota ini, aku meninggalkan banyak hal di sana. Mulai dari udara tropis yang menyemai kalbu setiap pagi dan malamnya, hingga masa kecil yang tak terhingga indahnya. Namun ini sudah putusan. Kota ini, bagiku, sekedar tempat lari. Dari singgap yang tak terungkap dengan kata mu pun lirik biduan. Dari berbagai peristiwa dami peristiwa yang terjadi detik demi detik yang berlalu.

Seluruh peristiwa yang terjadi tentang banyak hal. Mulai dari mimpi, tangisan, kebahagiaan. Aku lari bukan karena semuanya mengejarku. Bukan karena semuanya terlalu buruk. Aku lari karena di sana tak ada tempat untuk mengejar. Tak ada tempat untuk berlari lebih cepat. Lebih jauh dan lebih tinggi.

Kota ini punya banyak lanskap. Tentang benderangnya lampu mercuri di tengah malam. Dan teriknya sang surya di tengah hari. Tempat betapa peluh tak berarti sudah. Tempat dimana air mata seperti sungai. Dan kebahagian seperti samudra.

Aku menafsir kota ini lebih sederhana dari Iwan Fals dan Khairil Anwar. Sekedar tempat lari.

Kota ini mengajarkanku tentang semangat membara. Dengan cara mencambukku dengan bejibun pesimisme. Kota ini menunjukan kesederhanaan di mata, tapi membisikkan kemewahan di telinga. Kota ini menawarkan cinta di hati, tapi menyisikkan kebencian di pikiran.

Aku putuskan untuk lari ke sini. Untuk merasakan tempat yang kutinggalkan betapa indah. Betapa memanjakan. Ada cinta dan kasih sayang. Ada janji yang tertepati.
Aku akan tetap di sini untuk kembali ke sana .... Ke tempat aku tinggalkan ....

Jakarta
03 September, 2009

Kamis, 19 Maret 2015

..di Jakarta

Seluruh pujangga dan biduan sudah mengambarkan kota ini dengan berbagai rangkaian kata dan lirik yang beragam.

Ada yang mengambarkannya sebagai sebuah lingkup yang sempit dan sesak. Tapi ada juga yang menjadikan kota ini sebagai sebuah mimpi yang tak tergapai. Beragam memang.

Aku sebagian kecil diantara bejibun tafsir yang ada. Untuk memutuskan tinggal di kota ini, aku meninggalkan banyak hal di sana. Mulai dari udara tropis yang menyemai kalbu setiap pagi dan malamnya, hingga masa kecil yang tak terhingga indahnya. Namun ini sudah putusan. Kota ini, bagiku, sekedar tempat lari. Dari singgap yang tak terungkap dengan kata mu pun lirik biduan. Dari berbagai peristiwa dami peristiwa yang terjadi detik demi detik yang berlalu.

Seluruh peristiwa yang terjadi tentang banyak hal. Mulai dari mimpi, tangisan, kebahagiaan. Aku lari bukan karena semuanya mengejarku. Bukan karena semuanya terlalu buruk. Aku lari karena di sana tak ada tempat untuk mengejar. Tak ada tempat untuk berlari lebih cepat. Lebih jauh dan lebih tinggi.

Kota ini punya banyak lanskap. Tentang benderangnya lampu mercuri di tengah malam. Dan teriknya sang surya di tengah hari. Tempat betapa peluh tak berarti sudah. Tempat dimana air mata seperti sungai. Dan kebahagian seperti samudra.

Aku menafsir kota ini lebih sederhana dari Iwan Fals dan Khairil Anwar. Sekedar tempat lari.

Kota ini mengajarkanku tentang semangat membara. Dengan cara mencambukku dengan bejibun pesimisme. Kota ini menunjukan kesederhanaan di mata, tapi membisikkan kemewahan di telinga. Kota ini menawarkan cinta di hati, tapi menyisikkan kebencian di pikiran.

Aku putuskan untuk lari ke sini. Untuk merasakan tempat yang kutinggalkan betapa indah. Betapa memanjakan. Ada cinta dan kasih sayang. Ada janji yang tertepati.
Aku akan tetap di sini untuk kembali ke sana .... Ke tempat aku tinggalkan ....

Jakarta
03 September, 2009